KETIKA HAKIM MENGUBAH CAIRAN MENJADI PADAT: Telaah Kritis atas Putusan Klasifikasi POME OIL

KETIKA HAKIM MENGUBAH CAIRAN MENJADI PADAT: Telaah Kritis atas Putusan Klasifikasi POME OIL

Analisis Hukum terhadap Kekeliruan Putusan Ekspor Produk Sawit

Pendahuluan: Putusan yang Mengganggu Kepastian Regulasi

Sulit dibayangkan jika pengadilan memutuskan bahwa teh manis cair dengan gula tinggi dianggap sebagai “gula batu” hanya karena kadar gulanya. Begitulah absurditas yang muncul dalam putusan mengenai Palm Oil Mill Effluent (POME OIL)—produk dengan komposisi air 95–96%—yang justru dinyatakan sebagai “residu padat” (solid residues).

Perkara antara PT T.A.J. melawan BPDPKS sejatinya bukan hanya persoalan tarif ekspor senilai USD 25 per ton. Persoalan ini menyentuh isu mendasar: apakah hukum boleh menafsirkan fakta ilmiah secara terbalik, dan apa konsekuensinya bagi kepastian regulasi di bidang perdagangan internasional.

Sebagai praktisi pajak dan pemerhati hukum kepabeanan, saya merasa perlu menelaah putusan ini—bukan untuk mendiskreditkan lembaga peradilan, melainkan untuk mengingatkan betapa pentingnya konsistensi hukum dengan logika ilmiah dan standar global.

Kronologi Perkara: Ketika Asam Lemak Bebas Mengaburkan Fakta Fisika

1. Ekspor POME Oil dilakukan oleh PT. T.A.J.

2. BPDPKS menetapkan pungutan USD 25 per ton dengan alasan:

•   Kandungan ALB (Asam Lemak Bebas) > 20%

•   Dikategorikan sebagai HAPOR (hasil pengolahan residu)

•   Masuk klasifikasi HS Code 2306 (oil cake & solid residues)

3. PT. T.A.J. menggugat dengan dalil bahwa POME adalah cairan, bukan padatan.

4. Pengadilan menolak gugatan dan menguatkan klasifikasi BPDPKS.

Pertanyaan mendasar yang muncul: Bagaimana mungkin cairan dengan hampir seluruhnya air bisa dianggap padat?

Kekeliruan Pertama: Mengabaikan Definisi HS Code 2306

Bunyi Aturan Internasional

HS 2306 secara eksplisit berbunyi:

“Oil-cake and other SOLID residues, whether or not ground or in the form of pellets, resulting from the extraction of vegetable fats or oils.”

Frasa “solid residues” adalah kunci. Indonesia sebagai anggota WTO terikat pada definisi ini.

Fakta Ilmiah

Kajian akademik menggambarkan POME OIL sebagai:

•   Cairan limbah pabrik sawit dengan 95–96% air

•   “The only liquid waste” dalam proses pengolahan sawit

•   Air limbah yang memerlukan pengolahan lanjutan

Kesimpulan tak terbantahkan: POME OIL adalah cairan, bukan padatan.

Kekeliruan Kedua: Menyamakan Kadar ALB dengan Bentuk Fisik

Hakim mendasarkan penilaian pada kadar Asam Lemak Bebas (ALB) yang tinggi. Padahal, parameter tersebut berkaitan dengan kualitas minyak, bukan wujud fisik.

Analogi sederhana:

•   Air laut tetaplah cair meski kadar garamnya tinggi.

•   Demikian juga minyak dengan ALB tinggi tetap berbentuk cair, tidak serta-merta berubah menjadi padatan.

Tabel singkat berikut menunjukkan kontras yang diabaikan:

Parameter POME OIL (Cair) Oil Cake (Padat, HS 2306)

Kandungan air 95–96% <10%

Konsistensi Suspensi Padatan kering

Klasifikasi ilmiah Limbah cair Residu padat

Kekeliruan Ketiga: Mengabaikan Prinsip Hukum Dasar

1. Asas Kepastian Hukum (Lex Certa): HS Code diciptakan untuk memberikan kepastian. Putusan ini justru menciptakan ketidakpastian.

2. Asas Interpretasi Terbatas: “Solid” berarti padat. Tidak ada ruang untuk menafsirkan cairan sebagai padatan.

3. Asas Ejusdem Generis: Contoh produk HS 2306 (bungkil, pelet, residu giling) semuanya berbentuk padat. POME OIL jelas berbeda genus.

Implikasi: Lebih dari Sekadar Sengketa Tarif

•   Kerugian Ekonomi: Tarif salah kaprah ini berpotensi menambah beban miliaran rupiah.

•   Preseden Buruk: Membuka ruang klasifikasi serampangan—misalnya, jus dianggap buah kering.

•   Risiko Internasional: Indonesia dapat digugat di WTO karena melanggar standar HS global.

Jalan Keluar: Upaya Hukum dan Reformasi

1. Upaya Kasasi atau PK dengan memperkuat bukti ilmiah (CoA, MSDS, jurnal ilmiah) serta pendapat ahli kimia, kepabeanan, dan perdagangan internasional.

2. Perbaikan Regulasi: BPDPKS dan Bea Cukai perlu harmonisasi aturan agar selaras dengan HS global.

3. Penguatan Kapasitas Hakim: Pelatihan teknis terkait klasifikasi HS agar putusan lebih akurat.

Penutup: Mencegah Kekacauan Regulasi

Kasus POME OIL bukan perkara sepele. Ia adalah cerminan apakah hukum Indonesia mampu menjaga kredibilitasnya dalam perdagangan global.

Tiga hal yang tak terbantahkan:

1. Secara ilmiah, POME OIL adalah cairan.

2. Secara hukum, HS 2306 hanya berlaku untuk padatan.

3. Secara logis, cairan tidak bisa dipaksa menjadi padat.

Mahkamah Agung memiliki kesempatan memperbaiki kesalahan ini. Lebih jauh, kasus ini dapat menjadi titik balik reformasi regulasi perdagangan agar lebih adil, konsisten, dan dapat diprediksi.

Karena pada akhirnya, keadilan hukum diukur bukan dari jumlah putusan, melainkan dari rasionalitas dan kepastian yang diberikan bagi para pelaku usaha.

Oleh: Wiston Manihuruk, S.H., M.H.

Konsultan dan Advokat Pajak, Pemerhati Hukum 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *