Jakarta, innews.co.id – Genderang penyelamatan Danau Toba semakin kencang digaungkan oleh para tokoh Batak di perantauan. Salah satu yang disuarakan adalah penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL), yang dinilai telah merusak alam dan mengakibatkan Tano Batak merana.
Secara khusus masalah penggerusan alam disuarakan oleh para tokoh Batak melalui seminar bertajuk “Selamatkan Tano Batak, Lestarikan Danau Toba” dari tinjauan pembangunan, tenaga kerja, dan ekonomi, di HKBP Sudirman, Jakarta, Sabtu (19/7/2025).

Hadir pembicara yang mengupas persoalan tersebut secara rinci yakni, Togu Pardede (Direktur Pembangunan Daerah, Kedeputian Bidang Pengembangan Regional, Kementerian PPN/Bappenas), Rocky Pasaribu (Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat/KSPPM), dan Adrian Rusmana (Ekonom Korporasi).
Dengan penuh semangat Rocky menyuarakan bahwa PT TPL telah mengakibatkan kerusakan parah di lingkungan sekitarnya. “TPL lahir sejak masa Orde Baru, awalnya bernama PT Inti Indorayon Utama, 1983 silam. Ketika itu, analisis dampak lingkungan nyaris tidak dilakukan. Klorin, asam sulfat, udara busuk, ternak mati, warga sakit, dan sebagainya masih berlanjut hingga kini,” terangnya.
Dikatakannya, meski pernah ditutup karena protes rakyat pada 1999, TPL kembali beroperasi pada 2003 dengan nama baru. “Sebanyak 63.000 hektar hutan berubah jadi eukaliptus. Ini biang kerok longsor, banjir, dan kemiskinan ekologis,” serunya.
Tragisnya lagi, 33.000 hektar tanah di sana tumpang tindih dengan tanah adat. Sorbatua Siallagan, seorang kakek, sempat dipenjara karena menggarap tanah warisan leluhurnya. “Yang terjadi di sana perampasan tanah adat,” tuturnya.
Hindari pajak
Adrian menyoroti dugaan 100% penjualan TPL hanya ke perusahaan afiliasi untuk menghindari pajak. Sebab, laporan tahun 2023 dan 2024, laba operasional TPL negatif, utangnya menggunung, dan sahamnya anjlok 50%.
Dirinya berani menyebut TPL sebagai perusahaan yang buruk secara lingkungan dan juga dari sisi keuangan. Kepemilikan TPL hanya dominasi satu kelompok konglomerat saja.
Kalau mau ditutup, sambungnya, harus lebih dulu ditagih tanggung jawab ekonomi dan segala kerugian yang diakibatkan selama perusahaan beroperasi.
Di sisi lain Togu Pardede menginformasikan bahwa Danau Toba yang menyandang status UNESCO Global Geopark kini dalam ujian ulang oleh asesor internasional.
“Geopark Toba sudah dapat yellow card. Kita sedang diawasi dunia,” ucapnya.
Peringatan tersebut menjadi cambuk. Jika gagal mempertahankan status UGGp, dunia akan menyaksikan bagaimana warisan geologi terbesar Asia Tenggara itu dihancurkan atas nama ‘pembangunan’.
Secara lugas, Ketua Panitia St. Dr. Ir. Leo Hutagalung, MSCEm, menyampaikan bahwa seminar ini akan menjadi ajang buka-bukaan untuk melihat kerusakan Danau Toba dari berbagai perspektif.
“Kita tidak hanya bicara ekologi saja tapi bagaimana kita memerdekakan Tanah Batak dari kerusakan lingkungan,” tandasnya.
Menurut Leo, rangkaian seminar ini akan dibukukan dan menjadi rujukan bagi pemerintah untuk mengambil keputusan tegas demi pelestarian Danau Toba.
Berikutnya, seminar akan diadakan di HKBP Kebayoran Baru dan puncaknya diadakan Doa Bersama Nasional di Tugu Proklamasi, Jakarta, pada 18 Agustus 2025 mendatang. (RN)