Kisah Para Rasul 15: 11
Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga.”
Renungan:
“Diselamatkan oleh Anugerah yang Sama”
Ayat ini muncul dalam konteks perdebatan besar di jemaat mula-mula: apakah orang non-Yahudi harus menjalani aturan Yahudi, khususnya sunat, untuk diselamatkan. Di tengah perdebatan teologis yang panas itu, Petrus berdiri dan berkata bahwa keselamatan tidak datang dari aturan manusia, tradisi nenek moyang, atau usaha keagamaan apa pun. Keselamatan adalah karya Allah; itu diberikan, bukan dihasilkan. “Oleh kasih karunia”, itulah fondasi yang tak tergoyahkan.
Petrus tidak hanya berkata bahwa orang lain (bangsa-bangsa lain) diselamatkan oleh anugerah, tetapi ia juga mengakui bahwa orang Yahudi sendiri tidak pernah diselamatkan oleh hukum Taurat. Ini pernyataan yang sangat radikal. Ia mengatakan, secara implisit: “Kita, yang sudah dibesarkan dalam tradisi Taurat, tidak sanggup diselamatkan oleh hukum. Kita hidup karena anugerah.” Dengan demikian, anugerah bukan rencana B. Anugerah adalah jalan Allah sejak semula.
Ayat ini mengingatkan kita bahwa tidak ada seorang pun yang berada pada posisi lebih tinggi di hadapan Tuhan. Tidak ada yang lebih rohani, lebih layak, atau lebih pantas. Semua orang berdiri di hadapan Allah dengan tangan kosong. Yang menyelamatkan adalah Kristus, bukan kehebatan moral kita. Yang memerdekakan adalah salib, bukan skor ketaatan kita. Yang menyembuhkan luka batin kita adalah belas kasih-Nya, bukan prestasi rohani yang kita banggakan.
Petrus juga menegaskan bahwa anugerah itulah yang menyatukan gereja. Perpecahan selalu muncul ketika manusia mulai menghitung kesalehan, siapa lebih taat, siapa lebih benar, siapa paling berhak. Tetapi anugerah merobohkan semua tembok itu. Saat kita sadar bahwa kita hidup hanya karena belas kasih Tuhan, maka kita akan berhenti menuntut orang lain menjadi sama seperti kita. Kita justru belajar menerima sesama, sebagaimana Allah sudah menerima kita. Gereja kehilangan kasih ketika lupa bahwa ia hidup dari anugerah; sebaliknya gereja menjadi terang ketika ia berjalan dengan rendah hati, sadar bahwa semua yang ia punya hanyalah pemberian.
Firman Tuhan ini juga mengajarkan bahwa anugerah Allah tidak pernah diskriminatif. Kasih karunia Kristus menjangkau yang dekat maupun yang jauh, yang lama maupun yang baru, yang kuat maupun yang rapuh, yang terbentuk dalam budaya batak, jawa, menado, tionghoa, maupun suku mana pun. Setiap manusia yang datang kepada Kristus menerima keselamatan yang sama berharganya. Tidak ada “kelas-kelas rohani.” Tidak ada “orang lama lebih kudus daripada orang baru.” Semua diselamatkan oleh darah yang sama, diangkat menjadi anak oleh kasih yang sama, dan dituntun oleh Roh Kudus yang sama.
Renungan dari ayat ini mengajak kita untuk menyingkirkan rasa unggul rohani, meninggalkan kebiasaan menghakimi, dan berhenti menilai iman orang lain berdasarkan standar manusia. Allah bekerja dengan cara dan waktu-Nya sendiri. Kita dipanggil bukan untuk menjadi penjaga pintu kerajaan, tetapi menjadi saksi anugerah. Jika Tuhan telah membuka pintu keselamatan melalui Kristus, siapa pun tak berhak menutupnya kembali.
Pada akhirnya, ayat ini meneguhkan kita bahwa keselamatan adalah pemberian, bukan beban. Kita hidup bukan untuk membuktikan diri, tetapi untuk bersyukur. Kita melayani bukan untuk mendapatkan kasih Allah, tetapi karena kita sudah dikasihi. Kita taat bukan agar Tuhan menerima kita, tetapi karena Ia telah lebih dahulu menerima kita dalam Kristus.
Kiranya setiap hari kita kembali mengingat: hidup kita berdiri hanya di atas satu dasar, kasih karunia Tuhan Yesus Kristus. Dan kasih karunia itu cukup, menyelamatkan, memulihkan, mempersatukan, dan mengubah kita selamanya. Amin.
Tuhan Yesus memberkati. Amin.
Salam, Pdt. Tumpal H. Simamora, M.Th
