Lukas 6: 20
Dung i dibereng ma angka siseanna, huhut ma didok: Martua ma hamu angka na pogos, ai di hamu do harajaon ni Debata!
Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.”
Renungan:
“Berbahagia dalam kemiskinan di hadapan Allah”
Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata, “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.” Pandangan Yesus bukanlah sekadar tatapan biasa. Ia melihat jauh ke dalam hati mereka. Ia melihat pergumulan, kesederhanaan, dan kerinduan mereka akan Allah. Di tengah dunia yang menilai kebahagiaan dari kekayaan, jabatan, dan kekuasaan, Yesus justru memuji mereka yang miskin. Ia membalikkan ukuran dunia: bukan yang banyak harta yang berbahagia, tetapi yang hatinya terbuka dan bergantung sepenuhnya kepada Allah.
Kata “miskin” di sini tidak hanya berarti kekurangan materi, tetapi lebih dalam lagi — orang yang sadar bahwa dirinya tidak bisa hidup tanpa pertolongan Tuhan. Orang seperti ini tidak sombong, tidak mengandalkan diri sendiri, melainkan percaya penuh kepada kasih karunia Allah. Hati yang miskin adalah hati yang kosong dari keakuan dan siap diisi oleh kehadiran Allah.
Janji Yesus luar biasa: “karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.” Kerajaan itu bukan hanya tempat di masa depan, tetapi juga kehadiran Allah yang memerintah di hati orang yang percaya sekarang ini. Mereka yang miskin di hadapan Allah hidup dalam damai, dalam sukacita, dan dalam pengharapan yang tidak bisa digoncangkan oleh keadaan dunia. Mereka boleh saja tidak memiliki banyak secara materi, tetapi mereka memiliki kekayaan yang lebih besar — yaitu Allah sendiri.
Kita pun diajak untuk belajar melihat kebahagiaan dari kacamata Yesus. Bahagia bukan berarti hidup tanpa kesulitan, melainkan hati yang tetap bersyukur dan bersandar pada Tuhan dalam segala keadaan. Ketika kita belajar menjadi “miskin di hadapan Allah,” kita membuka diri untuk menerima kelimpahan kasih dan damai-Nya. Dunia mungkin tidak mengerti kebahagiaan seperti ini, tetapi di mata Tuhan, inilah kebahagiaan yang sejati.
Tuhan Yesus, ajarlah kami untuk memiliki hati yang miskin di hadapan-Mu. Ajarlah kami untuk tidak bergantung pada kekuatan dan kepemilikan kami, tetapi bersandar hanya kepada-Mu. Di dalam Engkau, kami memiliki segalanya. Amin.
Tuhan Yesus memberkati. Amin.
Salam, Pdt. Tumpal H. Simamora, M.Th
