2 Timotius 1:12
Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan
Renungan:
“Aku Tahu kepada Siapa Aku Percaya”
Surat Paulus kepada Timotius memuat suara hati seorang rasul yang sedang berada dalam penderitaan. Namun, dari balik rantai penjara ia menyatakan sebuah pengakuan yang kuat: “Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.” Kata-kata ini lahir bukan dari teori, melainkan dari pengalaman iman yang nyata. Paulus tahu bahwa imannya tidak berdiri pada doktrin semata, melainkan pada relasi hidup dengan Yesus Kristus. Ia tidak berkata “aku tahu apa yang aku percaya,” melainkan “kepada siapa.” Inilah inti iman Kristen—percaya kepada Pribadi yang hidup, bukan sekadar pengetahuan abstrak.
Pengakuan Paulus ini menunjukkan bahwa penderitaan tidak pernah menjadi alasan untuk malu. Justru di dalam penderitaan itulah iman diuji dan diteguhkan. Allah berkuasa menjaga dan memelihara hidup orang percaya. Janji-Nya tidak berhenti pada kenyataan duniawi, tetapi mengarah pada penggenapan di hari Tuhan. Itulah sebabnya Paulus tetap berpegang teguh, meski dunia menolaknya.
Dietrich Bonhoeffer, seorang teolog yang mati martir di tangan Nazi, pernah berkata: “Hanya dia yang menyerahkan hidupnya sepenuhnya kepada Yesus Kristus yang dapat benar-benar merasa aman.” Kesaksian ini sejalan dengan apa yang dihidupi Paulus: rasa aman bukan pada kondisi, melainkan pada Kristus yang memegang hidup. Martin Luther juga menekankan bahwa iman sejati bukan hanya pengetahuan atau persetujuan, tetapi kepercayaan penuh, menyerahkan diri dengan seluruh hidup kepada Allah. John Stott menyebut ayat ini sebagai pengakuan iman yang tak tergoyahkan, karena Paulus bersandar bukan pada kekuatan diri, melainkan pada kuasa Allah yang setia.
Di zaman kita sekarang, banyak orang hidup dalam ketidakpastian. Pekerjaan bisa hilang, kesehatan bisa goyah, relasi bisa retak, bahkan dunia digital yang menjanjikan koneksi justru sering melahirkan rasa kosong. Pertanyaannya, apakah kita sungguh tahu kepada siapa kita percaya? Keyakinan iman tidak cukup hanya dengan hafalan ayat atau kehadiran rutin di gereja. Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Kristus, dan untuk tidak malu hidup sebagai saksi di tengah dunia yang sering menganggap iman sebagai sesuatu yang usang.
Ada sebuah kisah tentang seorang misionaris tua yang ditangkap di sebuah negara tertutup. Ketika diinterogasi, seorang petugas bertanya kepadanya, “Apakah engkau tidak takut kehilangan hidupmu?” Dengan tenang ia menjawab, “Bagaimana mungkin aku kehilangan sesuatu yang sudah dijaga oleh Kristus?” Jawaban sederhana namun penuh kuasa ini menggambarkan iman yang teguh, sama seperti Paulus yang yakin bahwa Allah sanggup memelihara hidupnya hingga pada hari Tuhan.
Firman ini meneguhkan kita bahwa iman sejati bukanlah sekadar kepercayaan teoretis, melainkan kepercayaan personal kepada Yesus Kristus yang berkuasa. Dunia boleh berubah, situasi bisa goyah, penderitaan bisa datang, namun orang yang tahu kepada siapa ia percaya akan tetap berdiri teguh. Kiranya kita pun berani berkata dengan Paulus, “Aku tahu kepada siapa aku percaya,” dan dengan keyakinan itu kita berjalan, bersaksi, dan hidup setia sampai akhir. Amin.
Tuhan Yesus memberkati.
Salam, Pdt. Tumpal H. Simamora, M.Th
