Keputusan Presiden Prabowo dinilai bertentangan dengan komitmen memberantas korupsi dan melemahkan supremasi hukum

# Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto: Preseden Berbahaya bagi Pemberantasan Korupsi Indonesia

*Keputusan Presiden Prabowo dinilai bertentangan dengan komitmen memberantas korupsi dan melemahkan supremasi hukum*

Jakarta – Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menuai kritik keras dari para pegiat pemberantasan korupsi. Meskipun secara konstitusional sah, langkah ini dinilai menciptakan preseden berbahaya bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

## Preseden Tanpa Rujukan dalam Sejarah

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut keputusan ini sebagai “hal yang tidak pernah terjadi sepanjang sejarah.” Peneliti ICW Yassar Aulia menegaskan, “Tidak pernah ada amnesti maupun abolisi diberikan kepada terpidana kasus korupsi” dalam sejarah Indonesia.

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti memperingatkan dampak jangka panjangnya. “Bisa ada preseden buruk untuk pemberantasan korupsi. Padahal ada cara hukum biasa lainnya,” ujarnya, mengacu pada mekanisme banding, kasasi, dan peninjauan kembali yang masih tersedia.

## Kritik Keras dari Mantan Penyidik KPK

Mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan menyatakan kekecewaan mendalam. “Saya prihatin dan kecewa ketika mendengar amnesti dan abolisi digunakan pada perkara tindak pidana korupsi,” tulis Novel di media sosialnya.

Novel mengingatkan bahwa korupsi adalah “kejahatan serius dan pengkhianatan terhadap kepentingan negara.” Menurutnya, penyelesaian kasus korupsi secara politis akan menjadi preseden buruk, terutama di tengah praktik korupsi yang semakin marak dan KPK yang sedang dilemahkan.

Senada dengan Novel, Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito mengkritik keputusan ini sebagai “bentuk terang-terangan upaya menyiasati hukum yang berlaku.” Ia memperingatkan, “Ke depan, politisi tidak akan takut melakukan korupsi karena penyelesaian dapat dilakukan melalui kesepakatan politik.”

## Pelanggaran Prinsip Pemisahan Kekuasaan

ICW menilai keputusan Presiden berisiko merusak prinsip saling mengawasi dan mengimbangi antara cabang kekuasaan eksekutif dan yudikatif. Pasalnya, baik Hasto maupun Tom Lembong baru dijatuhi vonis tingkat pertama dan belum berkekuatan hukum tetap. Bahkan, pihak Tom masih mengajukan upaya hukum banding.

“Campur tangan presiden dinilai sebagai bentuk campur tangan terhadap proses hukum yang belum selesai,” kata Yassar Aulia. Menurutnya, bila ada dugaan kejanggalan dalam proses peradilan, perbaikan seharusnya dilakukan melalui mekanisme hukum yang tersedia, bukan melalui campur tangan eksekutif.

## Masalah Transparansi dan Standar

Tiga lembaga anti-korupsi—ICW, Transparency International Indonesia (TII), dan IM57+ Institute—menyoroti ketiadaan peraturan teknis yang mengatur standar pemberian abolisi dan amnesti. Hal ini membuat keputusan menjadi tidak transparan dan berisiko dilakukan secara sewenang-wenang.

“Mekanisme dan metode verifikasi perlu dibuka, agar pemberiannya tidak berlawanan dengan tujuan penegakan hukum,” tegas mereka dalam pernyataan bersama.

Dari total 44.000 narapidana, hanya 1.116 orang yang diverifikasi memenuhi syarat amnesti, termasuk Hasto. Namun, kriteria dan proses seleksi ini tidak dijelaskan secara detail kepada publik.

## Kerugian Negara yang Terabaikan

Dalam kasus Tom Lembong, majelis hakim menyebutkan terdapat kerugian negara Rp 194 miliar akibat kebijakan impor gula yang melanggar aturan. Uang tersebut seharusnya menjadi keuntungan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), BUMN yang bergerak di bidang perdagangan.

Sementara Hasto terbukti terlibat dalam skema suap Rp 400 juta kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk kepentingan pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku sebagai anggota DPR.

“Jika kasus ‘ditutup’ begitu saja melalui abolisi dan amnesti, maka proses persidangan akan dianggap hilang dan tak pernah ada,” kata ICW, TII, dan IM57+ Institute.

## Bertentangan dengan Komitmen Memberantas Korupsi

Novel Baswedan menyimpulkan bahwa langkah ini menunjukkan “klaim komitmen pemberantasan korupsi yang sering digembar-gemborkan Prabowo adalah omong kosong belaka.”

Lakso Anindito menambahkan, “Ini menandakan Presiden sama sekali tidak memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi dan hanya basa-basi saja. Di tengah upaya serius KPK membongkar kasus tertunda, Presiden malah memilih mengampuni.”

## Respons Pemerintah

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas membantah kekhawatiran tersebut. “Tidak usah khawatir, Bapak Presiden tidak akan pernah gentar untuk tindak pidana korupsi. Pemberantasan itu tetap akan dilanjutkan oleh semua aparat penegak hukum,” tegasnya.

Supratman menekankan bahwa keputusan ini murni hak prerogatif Presiden untuk kepentingan rekonsiliasi dan persatuan nasional, terutama menjelang peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.

## Pelajaran dari Praktik Internasional

Kajian internasional menunjukkan bahwa amnesti untuk kejahatan korupsi umumnya bertentangan dengan hukum internasional. Model Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Afrika Selatan yang sering dijadikan rujukan pun menggabungkan amnesti dengan syarat pengakuan kesalahan dan kesaksian di hadapan komisi khusus, bukan amnesti tanpa syarat.

## Kesimpulan

Meskipun secara tata cara telah memenuhi ketentuan konstitusional dengan persetujuan DPR, keputusan ini dinilai berpotensi merusak sistem pemberantasan korupsi Indonesia. Kritik utama meliputi:

– *Preseden berbahaya*: Membuka jalan bagi pelaku korupsi masa depan untuk lolos melalui jalur politik
– *Melemahkan efek jera*: Mengurangi rasa takut bagi calon pelaku korupsi
– *Pelanggaran supremasi hukum*: Mencampuri proses hukum yang masih berjalan
– *Kurang terbuka*: Kriteria dan mekanisme pemberian tidak jelas
– *Merugikan pembelajaran publik*: Menghilangkan kesempatan pendidikan pemberantasan korupsi

Para pegiat pemberantasan korupsi menekankan pentingnya membiarkan proses hukum berjalan sesuai mekanisme normal dan fokus pada penguatan lembaga pemberantasan korupsi, bukan “memutihkan” terdakwa melalui jalur politik.

Keputusan ini akan menjadi ujian bagi komitmen pemerintahan Prabowo terhadap pemberantasan korupsi di masa mendatang. Publik akan terus mengawasi apakah ini merupakan langkah terpisah atau awal dari pola yang lebih mengkhawatirkan.

—–

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *